Minggu, 16 November 2008

pembelajaran kontekstual

MENINGKATKAN KUALITAS MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
DI PERGURUAN TINGGI



Abstract
Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep pembelajaran yang efektif. Melalui pendekatan pembelajaran kontekstual mahasiswa dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa. Pembelajaran kontekstual juga dapat membantu dosen untuk memadukan atau mengaitkan mata kuliah dengan kehidupan nyata, sehingga dapat memberi motivasi pada mahasiswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka.

Kata Kunci : Pembelajaran kontekstual, pengetahuan yang fleksibel, kemampuan berfikir kreatif.
A. Pendahuluan
Kita telah berada dalam kehidupan abad informasi yang memerlukan berfikir dan bertindak cepat dalam memecahkan masalah, namun disisi lain kita dihadang oleh kualitas pendidikan yang masih sangat rendah bila dibandingkan dengan kualitas pendidikan negara tetangga, mengapa saya katakan negara tetangga karena terlalu riskan apabila membandingkan dengan negara negara maju seperti Jepang, Jerman Amerika, bahkan dengan negara Singapura atau Korea.
Kualitas atau rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari berbagai indikator yang dikemukakan berdasarkan hasil peneletian antara lain Priatmoko (2003) menjelaskan rendahnya mutu pendidikan nasional dapat dilihat pada prestasi siswa. Dalam skala internasional, menurut laporan Bank Dunia bahwa kemampuan membaca anak anak Indonesia hanya mampu menguasai 30 % dari materi bacaan ini jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan anak anak SD di Honggkong yang mencapai 75, 5 % dan anak anak SD di Singapura yang mencapai penguasaan 74,0%.
Selain itu hasil peneletian The Third International Mathematic and Sience Study Repeat (TIMSS-R) pada tahun 1999, menginformasikan bahwa prestasi siswa SMP kelas 2 di Indonesia hanya berada pada urutan ke 32 dari 34 negara Asia yang diteliti. Sementara dalam dunia pendidikan Tinggi juga prestasi yang diraih mahasiswa Indonesia tidak jauh berbeda menurut Asia Week dari 77 Unversitas yang diteliti di Asia Pasifik 4 Universitas terbaik di Indonesia hanya menduduki urutan sebagai berikut ke -62, ke 68, ke 73 dan ke 75 (Depdiknas 2001).
Lebih jauh lagi peneletian yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2000 memberi informasi tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapai pendidikan, kesehatan dan penghasilan perkepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Diantara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke 102 pada tahun 1996, ke 99 pada tahun 1997, ke 105 pada tahun 1998, ke 109 pada tahun 1999 dan urutan ke 112 pada tahun 2000, survey ini dilakukan oleh Survey Political and Econmic Risck Consultant (PERC), survey ini juga menginformasikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia menempati urutan ke 12 dari 12 negara Asia yang diteliti.
B. Pendidikan sebagai Investasi
Pendidikan mempunya fungsi dalam mengembangkan kualitas manusia sebagai individu, sumber daya manusia, dan sebagai anggota masyarakat. Selain itu pendidikan juga mempunya konotasi sebagai barang konsumsi dan sekaligus barang investasi. Baik sebagai barang konsumsi maupun investasi pendidikan dipengerahi oleh dua faktor lingkungan strategis, baik lingkungan global seperti dinamika pendidikan, tingkat kualitas SDM yang di tuntut untuk menyesuaikan dengan kebutuhan kemajuan arus teknologi, informasi maupun pengaruh lingkungan lingkungan nasional, menyangkut kondisi dan kemampuan variabel-variabel pembangunan seperti demografi, ekonomi, sosial politik, yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kinerja pendidikan.
Pendidikan adalah upaya yang mendasar dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan dan penegakan sistem pranata sosial, ekonomi dan politik yang dapat mengembangkan martabat dan wibawa. Hal ini menjadi amat penting untuk di bahas apalagi pada saat ini Indonesia sedang dalam keadaan terpuruk akibat krisis ekonomi. Pendidikan adalah sebuah unsur dari berbagai faktor yang memberikan sumbangan kepada masyarakat yang dapat meningkatkan pendapatan nasional suatu bangsa.
Pembangunan pendidikan selama orde baru telah memiliki andil yang besar terhadap proses pencerdasan kehidupan bangsa, namun harus diakui telah menimbulkan berbagai masalah yang cukup mendasar, karena pada tahapan tertentu memang tak dapat disangkal pendidikan bisa berubah menjadi ketegangan sosial, karena pendidikan ini bisa menciptakan aspirasi baru dan memperluas wawasan untuk setiap individu, kelompok masyarakat maupun negara. Tetapi yang paling penting harus disadari bahwa pendidikan merupakan kekuatan yang paling baik dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan sebagai Investasi dapat dilihat kaitannya dengna kepentingan ekonomi, pendidikan ini harus didefinisikan dalam pengertian yang tidak keliru, bagaimana dan di mana investasi dalam pendidikan tersebut akan memberikan sumbangan yang berarti dalam kenaikan tingkat kehidupan, kualitas sumber daya manusia dan pendapatan nasional :
1. Pendidikan hendaknya didasarkan pada permintaan yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Pendidikan sebagai investasi harus berorientasi terhadap tuntutan kebutuhan lapangan kerja yang terus berubah, bahkan cenderung amat pesat, dan yang lebih penting lagi berorientasi terhadap tujuan pengembangan sektor ekonomi informal dan kewiraswastaan.
3. Dalam hal akuntabilitas berkenaan dengan membangun, memelihara kualitas sistem dan institusi pendidikan, ukuran utama keunggulan dari suatu keluaran sistem pendidikan perlu di cari solusinya, karena hal ini menjadi taruhan dalam menghasilkan sumber daya manusia, dimana kita tidak sekedar berorientasi internal tapi juga eksternal, hal ini perlu dilakukan dalam rangka pemikiran bahwa setiap institusi pendidikan harus sudah mampu memuaskan pelanggan pendidikan berdasarkan kualitas output yang dihasilkan, yang lebih penting lagi bukan saja berhenti pada pemikitan kualitas output, tetapi ada yang lebih penting setiap output perguruan tinggi mampu berubah menjadi outcome atau Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
4. Pengelolaan anggaran pendidikan harus tetap diorientasikan kepada prinsip efisiensi dan ketergunaan, dalam rangka meningkatkan kualitas output pendidikan. Perlu dipikirkan bahwa dana yang dipercayakan ke dalam lembaga pendidikan perlu dipertanggungjawabkan secara kualitatif dan kuantitatif. Artinya secara kualitatif output yang bagaimana yang harus dihasilkan dan secara kuantitatif setiap rupiah bisa dipertanggung jawabkan penggunaanya secara transparan.

Di dalam Mimbar Pendidikan Komarudin Sastradipoera mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
1. Proses belajar mengajar mampu menjamin masyarakat yang terbuka (yaitu, masyarakat yang senantiasa bersedia untuk mempertimbangakan gagasan-gagasan dan harapan-harapan baru dan menerima sikap dan proses baru tanpa harus mengorbankan harga dirinya).
2. Sistem pendidikan menyiapkan landasan yang tepat bagi pembangunan dan hasil-hasil riset (jaminan “melekat” untuk pertumbuhan masyarakat modern yang bersinambung). Investasi pendidikan dapat mempertahankan keutuhan dan secara konstan menambah “persediaan pengetahuan”, dan memungkinkan riset dan penemuan metode dan teknik baru yang berkelanjutan.
3. Apabila dalam setiap sektor ekonomi kita dapatkan segala faktor yang dibutuhkan masyarakat kecuali tenaga kerja yang terampil, maka investasi dalam sektor pendidikan akan menaikkan pendapatan perkapita dalam sektor tersebut, kecuali bila struktur sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut tidak menguntungkan.

Sistem pendidikan menciptakan dan mempertahankan penawaran keterampilan manusia di di bursa ketenaga kerjaan yang luwes dan mampu mengakomodasi dan beradaptasi dalam hubungannya dengan perubahan kebutuhan akan tenaga kerja dan masyarakat teknologi modern yang sedang berubah. Industi masa kini membutuhkan cakrawala yang jauh lebih luas dan keterampilan yang simultan. Pada titik ini, kekuatan ekonomi dan sosial agaknya akan berinteraksi.
Berbicara mengenai proses pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi sering membuat kita kecewa, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman peserta didik terhadap materi belajar. Seringkali kita dihadapkan pada kesulitan mengubah pengajaran ke pola pembelajaran, kita sering dihadapkan pada situasi dimana peserta didik jika disuruh bertanya diam dan bila ditanya juga diam. Pada dalan UUSPN no 20 tahun 2003 sudah jelas bahwa sistem pengajaran harus segera dirubah menjadi sistem pembelajaran, di mana guru berperan sebagai fasilitator dan mediator, sementara para mahasiswa dituntut aktif dengan segala potensi yang tersedia pada diri masing-masing.
Mahasiswa sering berada dalam posisi hanya sebagai penerima informasi sesuai mata kuliah yang harus diikutinya. Mahasiswa seringkali memahami informasi secara teoritis tetapi pada saat ditanya bagaimana implementasi dalam kehidupan sehari-hari mereka kelihatan bingung. Masalah inilah yang menyebabkan mengapa kualitas pendidikan di Indonesia lebih rendah bila dibandingkan dengan kulitas negara maju bahkan dengan negara malaysia sekalipun, karena pendidikan kita masih sekedar bersifat transmisi belum sampai kepada tingkat transformasi.
Perlu disadari bahwa pembelajaran bukan sekedar transfer of learning atau pengoperan informasi ilmu pengetahuan saja, bukanlah sekedar rentetan topik atau pokok bahasan, tetapi sesuatu yang harus dipahami oleh peserta didik dan mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebab yang terpenting dari proses pendidikan adalah mampu menghasilkan individu yang mampu memecahkan masalah atau menjadikan individu sebagai “Problem Solver”.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana menemukan cara terbaik untuk menginformasikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga setiap mahasiswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut, dan bahkan konsep yang sudah dipelajari akan menjadi miliknya sepanjang hayat. Bagaimana setiap mahasiswa memahami setiap ilmu yang dipelajarinya sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh. Bagaimana juga seorang dosen dapat berkomunikasi secara efektif dengan peserta didiknya yang selalu bertanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan dari apa yang telah mereka pelajari. Bagaimana dosen mampu membuka wawasan berfikir dari seluruh peserta didik yang mempunyai latar belakang yang berbeda, agar mereka dapat mengimplementasikan teori yang mereka dapatkan di kelas di dalam kehidupan nyata, sehingga terbuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya, dengan demikian setiap mahasiswa mampu menggunakan ilmu bukan sekedar bisa jadi pegawai tapi mampu menjadikan dirinya sebagai ” pekerja”

C. Pokok-pokok Pengembangan Instruksional dalam Pendidikan Perguruan Tinggi
Konsep Sistem dan Sistem Instruksional :
a. Perlunya model pembelajaran ; Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia kita perlu meningkatkan relevansi pembelajaran dengan pertumbuhan kemampuan intelektual peserta didik sebagai bagian dari perkembangan kepribadian yang diinginkan, karena inilah yang menjadi dasar efektivitas dan efisiensi pendidikan. Semua orang tua dan seluruh masyarakat mengharapkan agar peserta didik di sekolah dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Hal ini berarti bahwa yang paling diharapkan ialah interaksi peserta didik sebagai individu dan kelompok dengan factor kurikulum. Selain guru mengetahui bahwa faktor kurikulum di sekolah, peserta didik banyak sekali berinteraksi dengan factor-faktor lain dari sekolah seperti guru dan sesama peserta didik terpengaruh pula oleh fasilitas dan perlengkapan yang ada, dimana semua ini menjembatani kegiatan peserta didik dengan pencapaian tujuan khusus pembelajaran, yang dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi bagaimana mencapai kompetensi dasar yang harus menjadi miliknya setiap peserta didik.
b. Sistem dan Pendidikan ; Ilmu pendidikan yang mencakup ilmu mengajar antara lain telah berkembang sebagai teknologi. Teknologi system instruksional yaitu ketrampilan khusus menerapkan pengetahuan, pengalaman dan prinsip keilmuan kedalam pembelajaran dalam artian guru meratakan jalan bagi timbulnya hasil belajar siswa dengan jalan menciptakan lingkungan yang diperlukan (di dalam ataupun di luar kelas).
c. Teknologi ; Setiap teknologi mencakup penerapan hasil-hasil termasuk penerapan prinsip-prinsip sebagai ilmu. Teknologi juga menerapkan seni yang melampaui ilmu demi tercapainya hasil dan selesainya pekerjaan. Penerapan teknologi ke dalam pembelajaran berkombinasi dengan penerapan teori system sekaligus ke dalam pendidikan oleh guru yang mengajar maupun siswa yang belajar.

Pada hakekatnya keberhasilan pendidikan merupakan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tentu saja berakibat kepada terjadinya percepatan komunikasi, dengan semakin kompleksnya kebutuhan manusia, manusia telah terbiasa terhadap standar-standar tertentu dari para pengajar yang senantiasa menyampaikan informasi, ide, gagasan atau pesan-pesan yang berupa ilmu pengetahuan, dimana ianformasi itu tidak cukup ditranmisikan saja tetapi yang paling penting harus terjadi transformasi.
Pada dasarnya baik guru di sekolah atau dosen di perguruan tinggi mempunyai tugas untuk menyampaikan informasi, oleh karena itu baik guru maupun dosen dituntut mempunyai ketrampilan untuk melakukan presentasi secara baik, karena mengajar sangat erat kaitannya dengan presentasi tersebut. Mengajar pada dasarnya adalah menyampaikan ide-ide, gagasan, pendapat dan informasi yang berkaitan dengan mata pelajaran atau mata kuliah yang dipegangnya, dengan harapan setiap pengajar memperoleh feed back atau umpan balik sebagai respon terhadap apa yang telah di informasikannya. Guru atau dosen harus mengetahui apakah setelah terjadi proses pembelajaran terjadi perubahan perilaku atau tidak karena yang terpenting setiap terjadi proses pembelajaran harus menuju keperubahan yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Yang perlu disosialisasikan kepada mahasiswa, betapa pentingnya memahami konsep tentang IPTEK, agar sesudah lulusan mempunyai pedoman dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan termasuk apabila menghadapi masalah yang berkaitan dengan pekerjaan
Dalam era globalisasi yang penuh dengan tantangan, semua bidang menuntut hal yang serba profesional efisien dan efektif. Maka kita sebagai pengajar hendaknya berusaha sedemikian rupa dan selalu mawas diri, apa yang harus kita perbaiki, apa yang harus diupayakan dan bagaimana cara mengupayakannya, agar proses belajar mengajar bisa berjalan lebih baik lagi, dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas output pendidikan di Indonesia, agar output yang dihasilkan segera berubah menjadi outcomes yang mampu diserap oleh stake holder atau pelanggan pendidikan atau pengguna jasa. Di samping itu diharapkan setiap lembaga pendidikan mampu menghasilkan manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional kita, manusia seutuhnya yang bisa diartikan sebagai individu yang punya keseimbangan antara physical quotatient, Intellegence quotatient, Spiritual quotatient,dan Emotional quotatient atau juga keseimbangan antara ranah kognitif,psikomotor dan afektif. Logikanya kalau semua mahasiswa pada sat sudah mumpuni dengan konsep, kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan melalui ketrampilan yang dimilikinya, maka diharapkan akan muncul rasa percaya diri, hal ini sangat penting dipahami oleh semua pihak agar mampu meningkat motivasi belajarnya.
Prinsip belajar adalah menumbuhkan kemampuan untuk ; learning to know, (belajar mengetahui), learning to do (belajar melakukan) , learning to live together (belajar untuk hidup bersama) dan learning to be (belajar menjadi diri sendiri), jadi dengan belajar setiap individu mampu belajar mengetahui, untuk kemudian berbuat, belajar bekerja sama untuk menjadi dirinya sendiri. Dalam era globalisasi dan abad informasi setiap individu harus mampu menggunakan dan tahu di mana memperoleh informasi, belajar membedakan informasi yang baik dengan yang jelek dan belajar mengelola dan mengaplikasikan informasi sebagai pengetahuan. Hal ini sesuai dengan tujuan utama mengajar dan belajar, yaitu disatu sisi guru mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secepatnya dan memperoleh kemudahan menyesuaikan diri dengan situasi kondisi dan tuntutan kerja, dipihak lain peserta didik berupaya menggali potensi yang tersedia pada diri masing-masing.
Guru pada abad sekarang tidak lagi merupakan pusat informasi tetapi harus berperan sebagai fasilitator dan motivator belajar, dengan demikian cara mengajar yang baik adalah bagaimana menyampaikan informasi secara efektif kepada setiap peserta didik.

D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pola pembelajaran kontekstual sangatlah berbeda dengan pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional adalah pola pembelajaran yang menempatkan guru sebagai pusat informasi atau dengan kata lain memposisikan pengajaran, biasanya komunikasi hanya satu arah. Sedang pembelajaran kontekstual adalah pola pembelajaran yang :
1. Menyandarkan pada memori spesial
2. Pemberian informasi berdasarkan kebutuhan individu peserta didik
3. Cenderung mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu ,
4. Mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik
5. Menetapkan penilaian melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah.
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep yang didukung oleh berbagai penelitian aktual di dalam bidang ilmu pengetahuan dan teori tentang tingkah laku yang secara bersama-sama mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual mempunyai ciri-ciri antara lain :
1). Konstruktivisme berbasis pengetahuan (Knowledge Based Constructivisme), baik instruksi langsung maupun kegiatan konstruktivis dapat sesuai dan efektif di dalam pencapaian tujuan belajar siswa (Resnch dan Hall 1998).
2). Pembelajaran berbasis usaha / teori pertumbuhan kecerdasan (Effot – Based Learning / Implemental Theory of Intelligence). Peningkatan usaha seseorang untuk meningkatkan kemampuan, teori yang beranggapan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan memotivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan komitmen untuk belajar.
3). Sosialisasi (Socialization), mahasiswa mempelajari standar, nilai-nilai dan pengetahuan kemasyarakatan dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan menerima tantangan untuk menemukan solusi yang tidak segera terlihat, bersama-sama dengan penjelasan konsep pembenaran pemikiran mereka dan pencarian informasi.
4). Pembelajaran situasi (Situated Learning) pengetahuan dan belajar dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks sosial serangkaian tatanan yang mungkin dipergunakan seperti rumah, masyarakat, tempat kerja, akan tergantung pada tujuan pengajaran dan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
5). Pembelajaran distribusi (Distributed Learning) pengetahuan dipandang sebagai pendistribusian dan penyebaran (Lave, 1998) individu, orang lain dan berbagai benda (artifacts) seperti alat-alat fisik dan alat-alat simbolis (Solomon, 1998) dan bukan semata-mata sebagai suatu kekayaan individual. Dengan demikian manusia merupakan suatu bagian terintegrasi dari proses belajar, harus berbagi pengetahuan dan tugas-tugas (Borco dan Putman, 1998) dalam pembelajaran dan pengajaran Depdiknas 2002.

E. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontekstual menempatkan peserta didik di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal peserta didik dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual peserta didik dan peran dosen, oleh karena itu pendekatan kontekstual harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut :
1). Belajar berbasis masalah (Problem Based Learning). Pembelajaran yang menggunakan dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar berfikir kritis dan mampu memecahkan masalah.
2). Pengajaran autentik : Pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna untuk mengembangkan ketrampilan berfikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
3). Belajar berbasis Inquiri, Pembelajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan sehingga memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai.
4). Belajar berbasis proyek pendekatan pembelajaran komprehensif dimana peserta didik didesain untuk dapat melakukan penelitian terhadap masalah antentik, termasuk pendalaman materi dari suatu topik materi kuliah dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
5). Belajar berbasis kerja pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menggunakan konteks kerja untuk mempelajari materi yang bias diimplementasikan di tempat kerja.
6). Belajar jasa layanan, pendekatan pembelajaran yang merefleksikan jasa layanan dan pembelajaran akademis.
7). Belajar kooperatif, pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Holubec, 2001).

F. Hal yang harus diperhatikan dosen
Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental jiwa.
1. Membentuk group belajar mahasiswa agar ada saling ketergantungan.
2. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri.
3. Memperhatikan keragaman peserta didik.
4. Memperhatikan berbagai intelegensi peserta didik.
5. Memperhitungkan teknik bertanya.
6. Menerapkan penilaian autentik.
Sedangkan berkaitan dengan faktor peran guru, agar proses pembelajaran kontekstual dapat lebih efektif kaitannya dengan pembelajaran peserta didik, dosen diharuskan merencanakan mengimplementasikan, merefleksikan dan menyempurnakan materi pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kontekstual dosen faham betul apa yang menjadi tujuan pembelajaran, harus diingat bahwa kegiatan dosen bukan sekedar transfer of knwledge, tujuan pembelajaran bukan sekedar penguasaan konsep tatapi membentuk keseimbangan antatara pemilikan konsep, mampu mengimplementasikan dalam kehidupan, yang ahirnya akan memunculkan rasa percaya diri.



G. Strategi Pembelajaran
Pembelajaran kontekstual seperti telah dijelaskan adalah pembelajaran yang memperhatikan faktor kebutuhan individual, agar pembelajaran ini efektif maka diperlukan strategi. Center for Occupational Research and Development (CORD) mengemukakan 5 strategi bagi pendidik dalam rangka pembelajaran kontekstual, yang disingkat REACT seperti berikut :
1. Relating, yang mengandung pengertian bahwa belajar harus dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2. Experiencing, belajar sebaiknya ditekan kepada hal penggalian (Eksplorasi), penemuan (Discovery) dan penciptaan (Invention).
3. Applying, mengandung makna bahwa belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya.
4. Cooperating, harus disadari bahwa belajar harus melalui konteks komunikasi interpersonal dan dilakukan bersama.
5. Transferring, belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.
Kelima strategi di atas harus secara sinergi dipergunakan agar pencapaian tujuan pembelajaran kontekstual tercapai secara efektif dan efisien.

H. Pentingnya Penerapan Pembelajaran Kontekstual di P.T.
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali peserta didik dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya.
Lee (1999) mendefinisikan transfer (penerapan) adalah kemampuan untuk berfikir dan berargumentasi tentang situasi baru melalui penggunaan awal, siswa dapat berkonotasi positif jika belajar atau pemecahan masalah ditingkatkan melalui penggunaan pengetahuan awal secara nyata mengganggu proses belajar.
Transfer dapat juga terjadi di dalam suatu konteks melalui pemberian tugas yang terkait erat dengan materi pelajaran, atau antar dua atau lebih konteks dimana pengetahuan diperlukan dalam situasi tertentu, dan kemudian digunakan di dalam konteks lainnya.
Apabila kita melihat tujuan yang terkandung dalam pendekatan pembelaajran kontekstual, maka kita dapat mengambil kesimpulan untuk menghasilkan output perguruan tinggi yang berkualitas perlu dikembangkan pembelajaran yang kontekstual di perguruan tinggi. Untuk mengembangkanpemeblajaran kontekstual di perlukan pemberian otonomi dan sekaligus pelaksanaan pengambilan keputusan partisipatif seluruh warga kampus yang harus didukung oleh seluruh Stakeholder pendidikan. Merupakan langkah penting agar pembelajaran kontekstual dapat dilaksanakan secara optimal dalam rangka peningkatan kualitas output P.T. Stakeholder harus membantu pelaksanaan pembelajaran kontekstual ini sebab sebagai usser tentu saja sangat berkepentingan dengan kualitas, sebab kualitas inilah yang akan mendongkrak secara optimal bahkan maksimal suatu produk manakala output P.T. ini sudah berubah menjadi SDM di masyarakat.

I. J. Bagaimana agar P B M berhasil
Proses belajar mengajar dalam kelas pada hakekatnya adalah bagaimana kita berkomunikasi di kelas dalam rangka menyampaikan ide, gagasan atau informasi yang berkaitan dengan bidang studi atau materi setiap pengajar. Dalam penggunaan cara berkomunikasi ini harus dipertimbangkan beberapa aspek yang menjadi penentu untuk mencapai tujuan komunikasi, dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual adalah : 1). Penggunaan sarana yang tepat, 2) Manfaat informasi yang disampaikan, 3) Tingkat kebutuhan, 4) Pemberi informasi.
Penggunaan sarana dan prasarana yang tepat merupakan ketrampilan yang harus dipelajari oleh seorang pengajar, sebab sarana baik secara langsung atau tidak langsung akan turut membantu meningkatkan output yang dihasilkan.
Dalam proses belajar mengajar cara menyampaikan informasi dalam berkomunikasi mengalami banyak perkembangan, yaitu tidak hanya mendistribusikan informasi yang terpusat pada pengajar, melainkan sudah berubah kearah bagaimana informasi itu diterima dan dapat diterapkan sehingga guru atau dosen sebagai pemberi informasi harus dapat menjembati informasi dengan pihak yang membutuhkannya dan berkomunikasi pada saat proses belajar mengajar berlangsung diusahakan tidak hanya bersifat verbal tetapi dapat dikembangkan melalui komunikasi non verbal, sehingga makna yang didapat peserta didik terasa lebih berkesan.
Tingkat kebutuhan , agar proses belajar mengajar sampai ketujuan secara efektif dan efisien, seorang pengajar dalam berkomunikasi harus memperhatikan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam menyampaikan informasi hendaknya diperhatikan kebutuhan secara keseluruhan, agar informasi yang disampaikan dirasakan manfaatnya secara optimal.
Pemberi informasi ; pengajar sebagai pemberi informasi tentu saja harus menguasai tehnik berbicara karena gaya bicara dalam menyampaikan informasi tentu saja akan berpengaruh pada aktivitas belajar peserta didik.
Selain apa yang sudah disebutkan ada lagi beberapa hal yang harus menjadi focus perhatian para pengajar agar kegiatan belajar peserta didik lebih berhasil lagi yaitu :
1. Yang paling penting dan utama, ciptakan semangat kerja kelompok, kerja sama baik antara pengajar dan peserta didik ataupun kerja sama dengan unsur lainnya yang mendukung kegiatan belajar mengajar, ciptakan suasana setiap orang harus mampu menjadi problem solver.
2. Setiap peserta didik tanpa ragu-ragu harus memberikan kontribusi dengan memberikan umpan balik terhadap informasi yang diterima saat proses belajar mengajar berlangsung.
3. Setiap peserta didik bukan hanya saja harus memperhatikan apa yang dinformasikan oleh pengajar, tetapi yang utama ialah menganalisa bahan yang diterima selama proses belajar mengajar berlangsung.
4. Kembangkan suasana yang sehat dan menyenangkan, sehingga setiap orang merasa nyaman dalam mengikuti atau ikut terlibat dalam proses belajar mengajar. Ciptakan agar semua orang punya tanggung jawab yang sama dalam meningkatkan kualitas diri masing-masing.

K. Gaya Pengajar
Salah satu fakor yang menentukan berhasilnya upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, tidak terlepas dari prilaku dan gaya bicara seorang pengajar. Gaya bicara ini dapat dikaitkan dengan empat factor yang harus ada pada pengajar yaitu :
1. Pengetahuan ( knowledge ) ; Penguasaan materi sesuai dengan pengetahuan yang akan ditransfer kepada peserta didik tentu saja menjadi prasarat untuk tampil di depan kelas, sebab salah satu tugas pengajar adalah melakukan transfer of knowledge. Oleh karena itu guru dan dosen harus selalu memotivasi diri untuk menambah dan mengembangkan pengetahuan itu sesusai dengan perkembangan jaman, seuai dengan tuntutan situasi dan kondisi, karena kita pahami bersama bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang dinamis.
2. Ketulusan ( Sincerity ) ; pengajar baik guru atau dosen merupakan orang tua kedua bagi anak-anaknya oleh karena itu diperlukan ketulusan dalam membimbing setiap peserta didik, dengan demikian diharapkan akan terjadi perubahan prilaku pada setiap individu dengan semakin bertambahnya informasi yang didapat di sekolah. Ketulusan dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar akan memperlancar jalannya proses belajar mengajar, karena secara tidak langsung pengajar akan bertanggungjawab terhadap materi yang disampaikan. Sehinga suasana PBM menjadi ajang pengembangan wawasan pengetahuan dan kemampuan, ketulusan sikap akan membantu pendidik di dalam penyampaian materi, ketulusan akan mengharapkan peserta juga akan membantu pendidik di dalam penyampaian materi, dilain pihak peserta didik juga akan menilai apakah pengajar mempercayai apa yang diucapkannya.
3. Antusias ( Enthusiasm ) ; Dalam menjalankan tugas dan perannya seorang guru atau dosen perlu melakukan tugas dengan penuh antusias, antusiasme ini akan mempengaruhi susana atau lingkungan kelas, apabila guru atau dosen masuk kelas dengan penuh antusias akan membawa dampak terhadap situasi kelas dan berpengaruh terhadap situasi belajar. Seorang pengajar yang antusias akan selalu kelihatan semangat dalam melaksanakan tugas, gebira dan selalu berfikiran positf dalam mengelola PBM, sebagai tugas dan tanggungjawab sekali gus merupakan pekerjaan yang disenanginya. Sikap antusiasme ini harus tetap dipertahan dan tidak berubah menjadi super ego.
4. Latihan ( Practice ) ; Latihan perlu dilakukan oleh guru, sebab latihan yang rutin dilaksanakan akan meningkatkan ketrampilan guru atau dosen mengajar, hal ini berhubungan dengan guru sebagai profesi bukan saja sekadar memberikan informai, tetapi baik guru atau dosen dituntut untuk trampil menyampaikan informas, untuk itulah setiap guru atau dosen perlu setiap saat melatih diri untuk meningkatkan ketrampilan dalam bidang KBM. Latihan ini penting dilakukan agar PBM selalu dapat ditingkatkan kualitasnya dalam rangka menghasilkan sesuatu yang lebih baik lagi.Latihan ini bisa bersifat fisik maupun non fisik, dalam arti bahwa setiap pengajar harus mempunyai kondisi prima agar penampilannya disenangi oleh setiap peserta didik, sedangkan latihan non fisik yakni mengembangkan ketrampilan yang berkaitan dengan kegiatan belajar khusus yang berkaitan dengan pengetahuan yang yang akan ditransfer.

Perlu diingat bahwa pada kegiatan proses belajar mengajar ada tahap-tahap yang harus dilalui antara lain :
1. Pembukaan
2. Isi materi
3. Penutup
Ketiga tahapan yang harus dilalui mengandung arti setiap pengajar harus bisa membedakan gaya bicara yang harus ditampilkan pada setiap tahapan tesebut.
Untuk tahap pembuka suasana yang heterogin dari setiap peserta didik harus diarahkan pada suasana yang homogen, yaitu harus ada kesiapan untuk mengalihkan perhatian kepada kegiatan belajar mengajar. Kemudian memasuki tahapan pembahasan materi, pemberian informasi tentu saja dengan gaya yang lebih serius, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang ilmiah agar informasi dicerna oleh mahasiswa secara baik dan benar. Terakhir kembali peserta didik diarahkan pada akhir kegiatan dan pembicara kembali sedikit santai dalam berkomunikasi, tetapi walau bagaimana pada penutupan PBM tentu saja yang terpenting adalah memperoleh umpan balik dari setiap peserta didik. Karena hanya dengan memperoleh umpan balik, para pengajar akan mengetahui apakah tujuan instruksional sudah tercapai atau belum, melaui umpan balik pengajar mampu mengetahui kendala apa yang ada di balik kegiatan mengajar belajar apabila tujuan tidak tercapai.

L. . Gaya Bicara Pada Saat PBM Berlangsung
Untuk mencapai tujuan belajar secara efisien dan efektif ada beberapa factor atau gaya bicara yang harus diperhatikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung antara lain :
1. Bahasa yang jelas ( jangan bicara terlalu cepat ) karena ucapan yang dilakukan oleh setiap pengajar akan sangat berpengaruh terhadap kualitas belajar mengajar, bahasa yang teratur diharapkan akan membawa pengaruh positf terhadap output yang dihasilkan.
2. Tidak menggurui, gaya bicara yang menggurui cenderung tidak akan mendapat tanggapan atau umpan balik dari peserta didik.
3. Intonasi suara, gunakan intonasi suara pada waktu moment yang tepat
4. Ciptakan komunikasi multi arah. Usahakan agar pengajar dan peserta didik mempunyai kepentingan yang sama, sehingga akan berkesan pengajar memperhatikan kepentingan peserta didik
5. Bahasa tubuh, Sekali-kali gunakan gaya bicara dengan cara mengerakkan tubuh, karena hal ini akan menciptakan suasana KBM lebih hidup dan mengarahkan pembicaraan ke materi tanpa terjadi pembiasan.
6. Keyakinan akan kemampuan, gaya bicara dengan penuh kemampuan yang dimiliki akan menunjukkan pembicara disenangi atau menjadi panutan peserta didik.
7. Pandangan, pandangan guru sebagai pembicara utama pada saat kegiatan belajar mengajar akan sangat menentukan , pandanglah setiap peserta didik dengan penuh keyakinan dan hal ini akan membantu keberhasilan KBM.


M. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Seorang Pengajar
Proses belajar yang efektif adalah kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan KBM, seorang pengajar harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
1. Berikan penjelasan yang singkat tetapi mudah dipahami, karena pada dasarnya daya tangkap seseorang tidak sama dan sangat terbatas. Penjelasan dengan mempergunakan kata-kata yang sederhana , sistimatis dan mudah diingat akan membantu peserta didik . Kita tentu semua sependapat daya ingat dan daya tangkap semua peserta didik berbeda, tetapi kita juga harus selalu ingat bahwa setiap peserta didik memerlukan pelayanan yang maksimal.
2. Penampilan seorang pengajar akan memberikan citra tersendiri, cara berpakaian, cara berprilaku didepan kelas akan sangat membantu suksesnya kegiatan belajar mengajar.
3. Suara seorang pengajar di dalam kelas akan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu sebaiknya pengajar harus berbicara cukup keras agar didengar oleh seluruh peserta didik, dan hal ini menandakan bahwa pengajar cukup menguasai masalah yang sedang dibahas.
4. Pada awal pembicaraan seorang pengajar hendaknya memulai pembicaraan dalam tempo yang lambat dan terang serta mempergunakan susunan kata yang mudah dimengerti.
5. Istirahat sejenak agar peserta didik menyerap dan mencamkan apa saja yang baru diucapkan, karena kita yakin pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung ada hal-hal yang sangat penting yang perlu di pahami oleh peserta didik.
6. Seorang pengajar sebaiknya tidak berbicara secara monoton dan datar, agar peserta didik tidak bosan. Seorang pengajar harus memahami tinggi rendahnya suara dalam arti dia harus bisa mengendalikan tinggi rendahnya nada yang digunakan, sesuai dengan masalah yang sedang dibahas.
Dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar, setiap pengajar tidak boleh berpangku tangan, tetapi senantias harus berupaya untuk berlatih dan meningkatkan kemampuan serta menambah pengalaman dan wawasan agar dapat mengikuti perubahan dan kebutuhan atau dengan kata lain para pengajar harus belaja



N. Penutup
Dalam tantangan globalisasi yang merupakan era persaingan yang semakin kompleks dan pendidikan yang semakin global ditambah lagi suasana politik yang penuh dengan ketidakpastian, Lapangan kerja yang semakin menyempit menuntut kreativitas dosen dalam SBM, tidak hanya penting untuk menciptakan keunggulan kompetitif, akan tetapi juga sangat penting bagi kesinambungan pengelolaan pendidikan. Nilai tambah dalam pendidikan harus diciptakan melalui kreativitas dan keinovasian dalam pembelajaran. Institusi perguruan tinggi hanya akan survive, apabila di dalamnya tersedia SDM yang kreatif, sedangkan yang statis akan tersisih dari percaturan P.T. yang semakin kompetitif.
Dosen selain memberikan tranfer of knowledge, mendorong mahasiswa untuk mengubah pola pikir bahwa kuliah bukan hanya sekedar menyiapkan diri untuk mencari kerja tetapi mengubah wawasan bagaimana dengan ilmu yang mereka miliki mampu meningkat kualitas hidup dan kehidupan.
















Daftar Pustaka
Ali Muhamad (1992), Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru Bandung.

Bruner, Jerome S. (1960), The Process of Education, New York,Veritage Book.

Departemen Pendidikan Nasional (2002), Pembelajaran Kontekstual DirektoratJenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Sekolah LanjutanTingkat Pertama.

Joice B and Weil M. (1962), Models of Teaching for Englewood, Cliff, N.J., Prantice Hall Inc.

Nurhadi dan Senduk, A.G., 2003, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang, UM Press.

Priatmoko, D.H. 2003, Reformasi Pendidikan Indonesia, Suatu Solusi dari Krisis, Makalah dalam Website, Balitbang Diknas.

Saylor, J.G., Alexander, W.M. and Lewis, A.J. (1981), Curriculum, Planning for Better Teaching and Learning, Tokyo, Holt Sanders Japan
.
Stratemeyer, Florence B., Folkner HL, McKim MG. (1947), Developing a Curriculum
For Modern Living, Colombia, Bureau of Publication, Teacher College.

Tidak ada komentar: